Sabtu, 23 Maret 2013

(Un)Forgotten Story

(Un)forgotten Story of Old Batavia




Sejarah itu sebenarnya tidak lebih dari sebuah kisah. Ada yang dalam kata-kata, foto, data statistik, bangunan atau benda fisik, sebagian lagi tak berwujud, yakni ingatan. Sebuah negara dibentuk dari individu-individu yang bernama rakyat. Setiap individu mempunyai kisahnya sendiri, mencatat sejarahnya masing-masing. Kumpulan dari kisah tersebut menjadi sebuah sejarah suatu bangsa.
 
Apa yang akan kita lakukan terhadap kisah yang telah kita lalui dan diterakan dalam kehidupan memang hak masing-masing. Kita bisa melupakan kisah yang memberikan pengalaman terkelam yang pernah dialami atau dirasakan. Atau, mau belajar dari yang kita alami dari kisah itu agar hari ini tidak melakukan hal yang telah menggiring kita pada pengalaman buruk tersebut, dan esok kita sudah tahu apa yang mesti dilakukan agar hal tersebut tak terulang kembali.

Semua peninggalan berwujud maupun tak berwujud bagaikan lukisan dan foto yang pada suatu saat bisa kita lihat kembali. Bukan kemunduran bukan pula kesia-siaan belaka jika kita memelihara peninggalan tersebut. Memang ada ongkos yang tak sedikit untuk memeliharanya, tapi nilai yang dibawanya jauh melebihi ongkos yang dibayarkan. Itu sama saja menghargai diri sendiri.

Dalam skala nasional, sudah ada peraturan mengenai perlindungan terhadap benda-benda peninggalan kisah kehidupan bangsa dan negara ini. Sudah banyak opini mengatakan hukum di sini tajam ke bawah tumpul ke atas, dan banyak pula uraian mengenai alasan bangsa ini 'amnesia' pada sejarahnya. Sering dikatakan, jika masih banyak perut yang kelaparan mana mungkin mau memikirkan pemeliharaan benda-benda peninggalan tersebut. Tapi, di berbagai media massa diberitakan kelas menengah dalam masyarakat di negara ini terus meningkat. Asumsi saya, seseorang bisa mencapai level itu paling tidak dia mengenyam pendidikan dan 'urusan perut'nya sudah terpenuhi. Artinya, dia bisa memikirkan hal-hal lain seperti bagaimana caranya memelihara benda-benda peninggalan tersebut agar selalu bisa jadi pengingat dari generasi ke generasi. Namun, adakah diantara mereka yang bertanya kepada dirinya, sudahkah saya menghargai diri sendiri dengan tak akan melupakan apa yang telah dilalui dan dialami?

Candi, bangunan dari zaman kolonial, koleksi benda-benda di museum dan galeri, catatan-catatan kuno dan lain sebagainya merupakan dokumentasi dari perjalanan diri ini. Jika tidak ada itu mungkin tidak bisa menikmati apa yang kita miliki saat ini. Siapa yang paling tahu kisahnya adalah diri kita sendiri. Oleh karena itu, kita juga-mestinya-yang paling tahu apa yang harus dilakukan terhadapnya. 

Jika orang lain hendak mengulurkan tangan, tentu itu sekedar saran dan kritik. Masterplannya, mestilah kita sendiri yang membuatnya. Apakah orang lain yang menentukan kisah yang harus Anda lalui dan rasakan dalam menjalani kehidupan? Memang manusia adalah anak wayang Sang Pencipta. Di dunia, manusia diberikan kesempatan menjadi aktor pelaku dan obyek kisah kehidupannya, dimana manusia lain hanyalah jadi aktor pendukung dalam kisah yang dilakoninya.